Masihkah Petani menjadi Penyangga Tatanan Negara Indonesia
Istilah "Penyangga
Tatanan Negara Indonesia" merupakan sebuah akronim dari kata "Petani"
yang dibuat oleh Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1952. Di tengah
upaya Pemerintah Indonesia pada saat itu menggalakkan swasembada pangan.
Istilah itu kiranya
pantas disematkan kepada Petani karena sektor pertanian saat itu merupakan
mayoritas pekerjaan rakyat Indonesia dan juga menjadi sektor utama yang
menunjang pendapatan negara.
Presiden Ir. Soekarno
memberikan atensi besar terhadap petani karena pertanian dianggap sebagai
warisan leluhur Indonesia yang perlu dijaga keberlangsungannya, Karena dalam sejarah
petani menjadi pekerjaan mayoritas rakyat Indonesia. Tak heran sehingga Petani diberi
kedudukan yang tinggi melalui penyebutan kata Petani di akronim kan sebagai Penyangga
Tatanan Negara indonesia.
Namun, di era sekarang
istilah itu agaknya perlu di kaji ulang kembali, apakah masih bisa di sematkan
pada petani ataukah tidak lagi demikian. Karena, di era zaman sekarang ini
sektor pertanian bukan lagi menjadi perhatian utama pemerintah. Memang Jika
ditinjau dari data statistik pertanian merupakan pekerjaan mayoritas penduduk
Indonesia hingga saat ini. Terhitung sektor pertanian menyerap tenaga kerja
38,23 juta orang tenaga kerja atau sekitar 29,76%. di susul sektor perdagangan
19,23%, dan industryi pengolahan 13,61%.
Namun jika dilihat dari
pendapatan Negara, Produk Domestik Bruto (PDB) justru paling besar diperoleh
dari sektor Industri sebesar 19,98%, di susul perdagangan 13,20%, dan pertanian
12,84%. Hal itu sebagai salah satu pemicu kurang diperhatikannya sektor pertanian
di Indonesia. Hal itu dilihat dari Anggaran Negara untuk sektor pertanian terus
turun dari tahun ke tahun. Di tahun 2015 anggaran sebesar Rp. 32.72 triliun,
kemudian di tahun 2016 turun jadi Rp. 27.72 triliun, Rp 24.23 triliun (tahun
2017), Rp 23,90 triliun (tahun 2018), Rp 21.71 triliun (tahun 2019), Rp 21.05
triliun (tahun 2020) dan terakhir 2021 turun drastis Rp 5,54 triliun sehingga
anggaran dipangkas menjadi Rp 15,51 triliun.
Banyak problematika
yang kemudian muncul di tengah-tengah petani salah satu contohnya harga hasil
pertanian seringkali fluktuatif seakan pemerintah tidak punya andil dalam mengatur
ataupun mengintervensi jikalau harga seringkali rendah di pasaran yang dianggap
petani tidak sebanding modal dan keringat kerja keras petani. Belum lagi
masalah impor yang sering kali menjadi perdebatan alot antara petani dan pemerintah
itu sendiri. Petani menganggap impor menjadi faktor yang seringkali menjadikan
harga hasil pertanian rendah di pasaran, di sisi lain Pemerintah merasa perlu
untuk melakukan Impor untuk menjamin ketersediaan pangan di Indonesia.
Di lain hal atensi berbeda
justru terasa di sektor pertambangan. pemerintah Indonesia seakan memberi
perhatian khusus bagi sektor pertambangan di Indonesia saat ini, itu dilihat dengan
aturan-aturan hukum yang semakin memudahkan investor asing untuk berinvestasi di
sektor pertambangan.
Padahal jika dilihat
lagi petani dan tambang seringkali konflik, itu biasanya terjadi jika lahan pertanian
diserobot oleh pihak Perusahaan tambang atau lahan pertanian tercemari akibat adanya
aktivitas tambang di sekitar lahan pertanian masyarakat.
Masalah lain yang
muncul di sektor pertanian adalah sebagian besar lahan pertanian hanya dimiliki
dan dikelola segelintir orang saja. hal ini menambah panjang bentuk sistem kapitalisme
yang ada di Indonesia. Dimana, hanya orang yang memiliki modal besar yang kemudian
berkuasa dan memperoleh keuntungan besar namun petani yang tergolong rakyat kecil
tidak demikian, hal ini di tunjang lagi dengan sikap pemerintah yang seakan
membuka ruang lebar bagi pemilik modal besar/investor di sektor pertanian dan
bahkan sering kali pemerintah yang justru terkadang bertentangan langsung dengan
masyarakat petani di lapangan
Sebagai contoh kasus
lahan pertanian di Papua, Kalimantan dan Sumatra sebagai upaya pemerintah dalam
peningkatan pangan yang disebut dengan proyek food estate justru tidak memberi
keberpihakan kepada petani atau masyarakat di sekitar proyek. karena hanya dikelola
langsung oleh industri dan masyarakat sekitar hanya dijadikan sebagai buruh,
tidak kemudian menyerahkan pengelolaan dan kepemilikan lahan kepada masyarakat
sekitar.
Selain itu, contoh lain
terkait masalah perusahaan tambang dan petani adalah suku Samin vs perusahaan
semen. Dimana suku samin dipaksa mengalah oleh negara yang menginginkan pendirian
tambang semen di sekitar lahan pertanian masyarakat, tentu itu sangat merugikan
petani karena yang dikorbankan adalah lahan pertanian, dimana sumber air
tercemari akibat penambangan di area sekitar lahan pertanian.
Tidak bisa di pungkiri
tambang memang menjadi bisnis yang menjanjikan untuk dijadikan sumber
pendapatan negara. Ditunjang dengan ketersediaan Sumber daya alam sebagai target
untuk penambangan yang melimpah di Indonesia. dengan itu keuntungan pajak yang besar
di peroleh dari perusahaan tambang tentu bisa diperoleh negara kita, Indonesia.
namun perlu diingat, aktivitas penambangan Jika ditelisik lebih mendalam justru
memiliki jangka waktunya sendiri hingga tidak dapat lagi melakukan aktivitas
penambangan karena sumber daya alam yang ada sudah habis dikeruk tidak tersisa.
Maka dari itu
Pemerintah perlu melihat kembali UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 33
ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat” Maksud
yang tertuang dalam Undang-undang tersebut bisa saja ter implementasi jika Pemerintah
dalam mengelola sektor pertanian membangun kembali sebuah penerapan konsep
Ekonomi Pancasila di selingi dengan mencontoh negara negara maju dalam pertanian.
Ditunjang lagi dengan melibatkan akademisi perguruan tinggi di Indonesia.
Mengutip materi sistem ekonomi pancasila yang disusun oleh Sylvia Octa Putri (2014), sistem ekonomi
pancasila berorientasi kepada:
- Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya berlakunya etika dan moral agama, bukan materialisme semata
- Kemanusiaan yang Adil dan beradab , yaitu tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi.
- Persatuan Indonesia, yaitu berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionalisme, dan sosio-demokrasi dalam ekonomi
- Kerakyatan, yakni mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak. Usaha-usaha kooperatif seharusnya menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat.
- Keadilan sosial, yakni asas persamaan atau emansipasi.
Ekonomi Pancasila perlu
diaplikasikan secara utuh karena dalam penerapan ekonomi Pancasila sekarang ini
lebih memberikan atensi bagi pemilik modal/investor lokal bahkan asing.
sehingga dalam penerapannya yang terlihat hanya sebuah Sistem kapitalisme
justru yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila tidak
bisa hanya pada penerapan ideologi kepada rakyat Indonesia, yang dalam
implementasinya terkadang yang terjadi adalah perbedaan persepsi dalam memaknai
nilai-nilai Pancasila antara rakyat Indonesia dengan pemerintah yang terkadang
justru rakyatlah yang dianggap anti Pancasila, intoleran dan ekstrimis agama tertentu.
Namun dalam aspek ekonomi seharusnya implementasi nilai-nilai Pancasila mesti
juga ditegakkan di Indonesia.
Dalam membangun
Pertanian yang maju kiranya kita bisa melihat dan belajar dari negaranegara
yang maju dalam Pertanian. Salah satu contoh negara yang maju dalam pertanian dan
bisa menjadi acuan Indonesia adalah negara Jepang.
Empat hal yang kemudian
membuat Negara Jepang maju dalam pertanian yaitu:
· Teknologi pertanian yang canggih .
· Perhatian pemerintah yang tinggi terhadap pertanian.
· Harga produk pertanian yang terkontrol.
· Lahan pertanian yang dimiliki tiap pertanian luas.
Melihat contoh Negara
jepang yang maju dalam pertanian, Indonesia perlu memberi perhatian lebih dalam
pengembangan alat-alat yang menunjang produksi pertanian sehingga tidak lagi
terkesan masih dalam pola pertanian tradisional hanya mengandalkan sumber daya
manusia bukan alat pertanian, sehingga Indonesia bisa sejajar dengan negara maju
lainnya di sektor pertanian.
Selain itu,
Keterlibatan akademisi perguruan tinggi dan perhatian lebih pemerintah terhadap
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian juga menunjang aktivitas di sektor pertanian,
hal-hal yang bisa dilakukan akademisi perguruan tinggi dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian adalah melakukan pelatihan untuk pengembangan SDM di
sektor pertanian ataupun penelitian untuk peningkatan produktivitas hasil
pertanian.
Kita tentunya tidak
menginginkan di masa depan lahan pertanian nan subur namun hanya dimiliki
segelintir orang saja ataupun tanah-tanah kosong yang terbengkalai akibat
aktivitas eksploitasi pertambangan yang jika di rehabilitasi untuk dikembalikan
menjadi menjadi lahan pertanian belum tentu tanaman di atas lahan bekas
pertambangan akan tumbuh dan berkembang sehat dan subur sebagaimana di lahan
lain bukan bekas pertambangan. Tentunya hal itu tidak akan terjadi jika atensi
besar pemerintah terhadap pertanian dan pengelolaan pemerintah terhadap sektor
pertanian kembali pada konsep ekonomi pancasila dimana rakyatlah sendiri yang
harus menjadi orang yang diuntungkan atas aktivitas ekonomi di darat laut dan
udara di Indonesia. Tentu rakyat yang maksud bukanlah rakyat yang memiliki
modal besar sebagai investor saja melainkan seluruh rakyat Indonesia.
Di tulis Oleh: Herwin Iswandi
Publisher: Muza
Posting Komentar untuk "Masihkah Petani menjadi Penyangga Tatanan Negara Indonesia"